ASEAN merupakan sebuah organisasi
yang beranggotakan 10 negara asia tenggara yang dibentuk sebagai usaha untuk
menjalin kerja sama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya di kawasan. Sudah
jelas bahwa lewat ASEAN, 10 negara ini berusaha untuk membentuk jalinan kuat
antar negara sebagai upaya untuk memajukan kawasan Asia Tenggara di mata dunia
khususnya di Asia sendiri. Dalam organisasi ini, para negara anggota
berpartisipasi aktif dalam penyelesaian isu-isu yang berkembang di Asia
Tenggara terutama bidang ekonomi dan pertahanan. Walaupun organisasi ini turut
serta dalam memajukan perdamaian kawasan, tidak dapat dipungkiri bahwa
kepentingan ekonom dan keamanan setiap negara anggota merupakan hal utama dalam
kerjasama ini. Merupakan suatu sifat alami bagi manusia untuk mempertahankan
wilayahnya dan juga alami bagi bagi sebuah negara untuk mepertahankan
kedaulatannya serta dominasi terhadap negara lain. Hal itu dapat dimaklumi
bahwa setiap negara ingin mempunyai kehormatan yang lebih di mata dunia.
Negara
Tiongkok sepertinya menyadari bahwa imperium kejayaan dinasti-dinasti pada zaman
dahulu harus diwujudkan kembali, dengan cara dominasi persenjataan dan wilayah.
Tiongkok agaknya sekarang ini muncul sebagai salah satu calon negara adikuasa
pesaing AS dalam bidang ekonomi maupun yang paling utama adalah bidang militer.
Menurut jakartagreater.com, anggaran
militer Tiongkok mencapai $ 131,5 milyar USD, meningkat 12,2 persen. Melihat
perkembangan anggaran militer Tiongkok ini, dapat ditengarahi bahwa Tiongkok
sangat serius dalam melaksanakan total
dominance terhadap wilayah di sekitarnya. Selain melihat dari perkembangan
anggarannya, hal ini juga dapat disadari melihat aksi pengklaiman wilayah dalam
hal ini kepulauan yang ada di sekitar wilayah laut Tiongkok. Tiongkok ingin
merebut kembali wilayahnya yang mereka “klaim” sebagai wilayahnya pada saat
sebelum penjajahan Jepang, dapat dilihat dari sengketa antara Tiongkok dan
Jepang mengenai Kepulauan Diayou. Selain sengketa kepulauan ini, Tiongkok juga
telah memulai babak baru dalam persengkataan wilayah di kawasan, dengan cara
mengangkat isu Laut China Selatan (LCS) sebagai
salah satu wilayahnya.
Konflik
Laut China Selatan tidak dapat dipungkiri merupakan sengketa wilayah paling rawan
di wilayah Asia Tenggara dan Asia Timur. Klaim wilayah yang dilakukan Tiongkok
di LCS menyulut berbagai reaksi terutama negara-negara yang ekonominya bergantung
pada LCS sebagai sumber utama. Vietnam, Filiphina, Jepang, Brunei, dan Malaysia
merupakan beberapa negara yang paling gencar melakukan protes pada Tiongkok
terhadap klaim ini. Agaknya negara-negara ini mulai takut dengan dominasi
Tiongkok yang semakin meluas tidak hanya ekonomi tetapi juga militer.
Kekhawatiran ini juga mulai dirasakan AS sebagai negara dengan pengaruh terkuat
di dunia. AS yang akhir-akhir ini mengalami masalah ekonomi, mulai tersaingi
dengan perkembangan ekonomi Tiongkok yang sangat pesat. AS yang mempunyai
banyak kepentingan di kawasan, mau tidak mau harus menyiasati gerakan Tiongkok
yang mulai agresif dalam pembentukan dominasi di Asia. Dengan kekayaan alamnya
yang sangat besar, LCS merupakan wilayah yang sangat berharga. Kandungan minyak
dan blok gas yang melimpah membuat wilayah ini menjadi kebutuhan. Bisa
dikatakan bahwa siapapun negara yang dapat menguasai secara penuh LCS, dapat
dilihat kedepan akan mampu membangun suatu negara adikuasa yang dapat melampaui
negara manapun di dunia. AS terlihat takut dengan usaha Tiongkok menjadi negara
adikuasa baru pesaing AS, itulah mengapa AS mempunyai kepentingan yang besar di
LCS. Dengan mencegah dominasi Tiongkok di LCS, AS bertujuan untuk memperlambat
pertumbuhan ekonomi Tiongkok, sehingga dengan kata lain, AS juga menunda transformasi Tiongkok sebagai negara
adikuasa baru Asia.
Melihat
banyaknya kepentingan AS di LCS, ASEAN sebagai salah satu organisasi
multilateral di kawasan agaknya harus mulai mengantisipasi kemungkinan terburuk
terjadinya konflik terbuka di LCS. Beberapa negara ASEAN juga secara
terang-terangan melakukan sikap protes terhadap klaim Tiongkok di LCS. Vietnam
dan Filliphina sebagai negara terdekat dan berbatasn langsung dengan LCS,
sangatlah geram terhadap aksi-aksi Tiongkok yang tergolong provokasi terhadap
kedaulatan negara-negara tersebut. ASEAN sekarang ini dihadapkan oleh 3
persolan utama di LCS, yaitu (1) bagaimana menyelesaikan konflik LCS dengan
Tiongkok tanpa menyulut konflik terbuka di antara pihak-pihak yang bersengketa;
(2) bagaimana menyiasati perkembangan Tiongkok sebagai salah satu calon negara
adikuasa di kawasan sehingga tidak menimbulkan total dominance di kawasan; (3) bagaimna menghindari adanya
perebutan pengaruh oleh Tiongkok dan AS di kawasan. Hal ini membutuhkan
koordinasi penuh bagi negara-negara ASEAN dalam membentuk suatu langkah nyata
sebagai bentuk penyelesaian dari konflik LCS. Dibutuhkan suatu jaring kerjasama
baik di bidang ekonomi, politik, maupun militer dalam hal ini juga bidang
intelijen dalam pendeteksian dini ancaman keamanan dan perdamaian di LCS
terutama yang berdampak langsung terhadap ASEAN. Intelijen ASEAN harus
bekerjasama dalam penyediaan informasi khususnya informasi tentang
rencana-rencana aksi Tiongkok dalam menyikapi masalah konflik ini. Informasi
ini berguna sebagai bahan pertimbangan bagi negara-negara ASEAN dalam menyikapi
berbagai persoalan di LCS. Tidak dapat dipungkiri bahwa ASEAN sekarang
merupakan jembatan dan penghubung antara dua negara terkuat dunia dalam usaha
mereka untuk mendominasi Asia Timur dan Asia Tenggara.
Selain
bekerja sama secara internal antara negara anggota, ASEAN juga harus melakukan
kerjasama dengan Tiongkok maupun AS. dalam bidang intelijen, Tiongkok juga
membutuhkan informasi dari negara-negara ASEAN dalam mengambil keputusan
terkaita masalah LCS. Tiongkok agaknya juga tidak mau jika dihadapakan dengan
konflik terbuka antara negara-negara ASEAN, dikarenakan banyaknya kerjasama
ekonomi, politik, sosbud, maupun militer yang terjalin diantara kedua pihak. Jika
dilihta lebih cermat, Tiongkok yang masih dalam perkembangan menjadi negara
adikuasa baru, juga membutuhkan waktu dan tenaga ekstra untuk menghadpai dua
kekuatan di kawasan jika nantinya konflik bersenjata benar-benar terjadi.
Vietnam dan Filliphina yang berkonflik langsung dengan Tiongkok mengenai LCS,
juga mempunyai kekuatan militer yang cukup memadai, dilihta dari perkembangan
anggaran militernya yang semakin meningkat setiap tahunnya. Apalagi Tiongkok
juga dihadapkan pada kekuatan militer terkuat di dunia yaitu AS yang juga
mempunyai kepentingan besar di LCS.
ASEAN dalam
hal ini haruslah menjadi sebuah penghubung bagi penyelesaian konflik LCS.
Tiongkok sebagai main character tidak
main-main dalam usahanya melalukan dominasi di kawasan. Ditambah dengan AS yang
juga ikut meramaikan konflik di LCS dikarenakan kepentingannya yang besar di
kawasan. ASEAN di satu sisi harus menyelesaikan konflik ini, di lain pihak juga
harus tetap menjaga keamanan dan perdamaian di kawasan. Agaknya hali ini
membutuhkan suatu kerjasama yang intens diantara kesepuluh negara ASEAN dalam
rangka membendung dominasi dari dua negara terkuat di dunia, Tiongkok dan AS.
informasi harus selalu berkembang dan diperbaruhi untuk memudahkan ASEAN untuk
mengambil kebijakan-kebijakan ataupun tanggapan terhadap aksi Tiongkok maupun
AS. Intellijen di negara-negara ASEAN dituntut untuk selalu peka terhadap
perkembangan isu agar konflik LCS ini tidak menyeret negara-negara di kawasan
untuk melakukan konflik terbuka dengan negara yang bersengketa. Intelijen di
ASEAN harus bekerjasama menjalin suatu usaha pencegahan dini bagi konflik yang
berkepanjangan. Intelijen ASEAN harus mempunyai “dua sis”, dalam artian
intelijen ASEAN harus peka terhadap gerakan-gerakan Tiongkok dalam pengklaiman
LCS, di sisi lain Intelijen ASEAN juga harus waspada terhadap pergerakan AS
yang mempunyai kepentingan besar di LCS maupun kawasan. Kerjasama multilateral
sangatlah dibutuhkan mengingat ASEAN dihimpit oleh dua kepentingan besar
negara-negara terkuat di dunia, yaitu Tiongkok dan AS.
Tidak ada komentar: